PERANG TIMBUNG DI SEREWE




Perang Timbung dilaksanakan sejak pemerintahan Datu Mas Pemban Maspanji Meraja Kusuma (Raja Kerajaan Pejanggik) saat itu. Perang timbung yang dilaksanakan di kawasan makam Raja Pejanggik di Serewe, Desa Pejanggik Kecamatan  Praya Tengah dilakukan saat bunga pohon Dangah muncul bertepatan dengan bulan kedelapan penanggalan sasak, biasanya jatuh pada setiap hari jumat.
Perang timbung ini dilaksanakan sebagai acara tolak bala untuk menghindari cobaan dan memohon berkah dari Tuhan Yang Maha Esa serta dijadikan sebagai wahana silahturahmi untuk mempererat kesatuan antar warga masyarakat pejanggik yang heterogen saat itu. Disamping acara ini juga dipergunakan oleh para muda mudi untuksarana mencari nasib jodoh mereka dan bagi orang tua untuk mengetahui panjang dan pendek usianya.


Sebelum dilakukan perang timbung..Masyarakat Pejanggik dan sekitarnya secara spontan membuat Timbung (ketan yang diberi santan di masak dalam bamboo muda) dan secara bersama di kawasan makam Serewe juga dilakukan pembuatan Timbung secara massal oleh keluarga keturunan Datu Mas Pemban Maspanji Mereja Kusuma yang akan dipakai untuk perlengkapan atau sajian upacara sebelum perang timbung dimulai.


Setelah salat Jumat warga masyarakat mengawali acara Perang Timbung ini dengan mengarak air serat yang disemayamkan selam satu malam di Bale Beleq untuk diarak menuju Makam Serewe. Di makam serewe dibacakan Al Barzanji dilanjutkan dengan Dzikir yang dipimpin seorang mangku (penjaga makam). Usai acara ini dilakukan acara ngurisan dan dimulailah perang timbung yang dikomandoi oleh mangku tersebut. Timbung-timbung ini dikepal-kepal dan dilemparkan kearah pemuda dan pemudinya. Sementara para orang tua melempar nisan yang ada di lokasi makam untuk mengetahui panjang dan pendeknya usianya.