Rabu, 16 Maret 2016

SIAPAKAH SEBENARNYA PENULIS KITAB JANGKA JAYABAYA ?



                SIAPAKAH SEBENARNYA PENULIS KITAB JANGKA JAYABAYA ?





Ramalan Jayabaya atau sering disebut Jangka Jayabaya adalah ramalan dalam tradisi Jawa yang salah satunya dipercaya ditulis oleh Jayabaya, raja Kerajaan Kediri. Ramalan ini dikenal pada khususnya di kalangan masyarakat Jawa yang dilestarikan secara turun temurun oleh para pujangga. Asal usul utama serat ramalan Jayabaya dapat dilihat pada kitab Musasar yang digubah oleh Sunan Giri Prapen. Sekalipun banyak keraguan keasliannya, tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab Musasar yang menuliskan bahwa Jayabaya yang membuat ramalan-ramalan tersebut.

Meskipun demikian, kenyataannya dua pujangga yang hidup sezaman dengan Prabu Jayabaya, yakni Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, sama sekali tidak menyebut bahwa Prabu Jayabaya memiliki karya tulis dalam kitab-kitab mereka yang berjudul Kakawin Bharatayuddha, Kakawin Hariwangsa, dan Kakawin Gatotkacasraya. Kakawin Bharatayuddha hanya menceritakan peperangan antara kaum Korawa dan Pandawa yang disebut peperangan Bharatayuddha, sedangkan Kakawin Hariwangsa dan Kakawin Gatotkacasraya berisi tentang cerita ketika sang prabu Kresna ingin menikah dengan Rukmini dari negeri Kundina, putri prabu Bismaka. Rukmini adalah titisan Dewi Sri.


Dari berbagai sumber dan keterangan yang ada mengenai Ramalan Jayabaya, maka pada umumnya para sarjana sepakat bahwa sumber ramalan ini sebenarnya hanya satu, yakni Kitab Asrar (Musarar) karangan Sunan Giri Perapan (Sunan Giri ke-3) yang kumpulkannya pada tahun Saka 1540 = 1028 H = 1618 M, hanya selisih 5 tahun dengan selesainya kitab Pararaton tentang sejarah Majapahit dan Singosari yang ditulis di pulau Bali 1535 Saka atau 1613 M. Jadi penulisan sumber ini sudah sejak zamannya Sultan Agung dari Mataram bertahta (1613-1645 M).

Kitab "Jangka Jayabaya" pertama dan dipandang asli, adalah dari buah karya Pangeran Wijil I dari Kadilangu (sebutannya Pangeran Kadilangu II) yang dikarangnya pada tahun 1666-1668 Jawa = 1741-1743 M. Sang Pujangga ini memang seorang pangeran yang bebas. Mempunyai hak merdeka, yang artinya punya kekuasaan wilayah "Perdikan" yang berkedudukan di Kadilangu, dekat Demak. Memang dia keturunan Sunan Kalijaga, sehingga logis bila dia dapat mengetahui sejarah leluhurnya dari dekat, terutama tentang riwayat masuknya Sang Brawijaya terakhir (ke-5) mengikuti agama baru, Islam, sebagai pertemuan segitiga antara Sunan Kalijaga, Brawijaya ke-V dan Penasehat Sang Baginda benama Sabda Palon dan Nayagenggong.

Disamping itu dia menjabat sebagai Kepala Jawatan Pujangga Keraton Kartasura tatkala zamannya Sri Paku Buwana II (1727-1749). Hasil karya sang Pangeran ini berupa buku-buku misalnya, Babad Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Demak, Babad Pajang, Babad Mataram, Raja Kapa-kapa, Sejarah Empu, dll. Tatkala Sri Paku Buwana I naik tahta (1704-1719) yang penobatannya di Semarang, Gubernur Jenderalnya benama van Outhoorn yang memerintah pada tahun 1691-1704. Kemudian diganti G.G van Hoorn (1705-1706), Pangerannya Sang Pujangga yang pada waktu masih muda. Didatangkan pula di Semarang sebagai Penghulu yang memberi Restu untuk kejayaan Keraton pada tahun 1629 Jawa = 1705 M, yang disaksikan GG. Van Hoorn.

Ketika keraton Kartasura akan dipindahkan ke desa Sala, sang Pujangga diminta pandapatnya oleh Sri Paku Buwana II. Ia kemudian diserahi tugas dan kewajiban sebagai peneliti untuk menyelidiki keadaan tanah di desa Sala, yang terpilih untuk mendirikan keraton yang akan didirikan tahun 1669 Jawa (1744 M).

Sang Pujangga wafat pada hari Senin Pon, 7 Maulud Tahun Be Jam'iah 1672 Jawa 1747 M, yang pada zamannya Sri Paku Buwono 11 di Surakarta. Kedudukannya sebagai Pangeran Merdeka diganti oleh putranya sendiri yakni Pangeran Soemekar, lalu berganti nama Pangeran Wijil II di Kadilangu (Pangeran Kadilangu III), sedangkan kedudukannya sebagai pujangga keraton Surakarta diganti oleh Ngabehi Yasadipura I, pada hari Kemis Legi,10 Maulud Tahun Be 1672 Jawa = 1747 M.

Jangka Jayabaya yang dikenal sekarang ini adalah gubahan dari Kitab Musarar, yang sebenarnya untuk menyebut "Kitab Asrar" Karangan Sunan Giri ke-3 tersebut. Selanjutnya para pujangga dibelakang juga menyebut nama baru itu.
Kitab Asrar itu memuat lkhtisar (ringkasan) riwayat negara Jawa, yaitu gambaran gilir bergantinya negara sejak zaman purbakala hingga jatuhnya Majapahit lalu diganti dengan Ratu Hakikat ialah sebuah kerajaan Islam pertama di Jawa yang disebut sebagai ”Giri Kedaton". Giri Kedaton ini nampaknya Merupakan zaman peralihan kekuasaan Islam pertama di Jawa yang berlangsung antara 1478-1481 M, yakni sebelum Raden Patah dinobatkan sebagai Sultan di Demak oleh para Wali pada 1481 M. Namun demikian adanya keraton Islam di Giri ini masih bersifat ”Hakikat” dan diteruskan juga sampai zaman Sunan Giri ke-3.

Sejak Sunan Giri ke-3 ini praktis kekuasaannya berakhir karena penaklukkan yang dilakukan oleh Sultan Agung dari Mataram; Sejak Raden Patah naik tahta (1481) Sunan Ratu dari Giri Kedatan ini lalu turun tahta kerajaan, diganti oleh Ratu seluruh jajatah, ialah Sultan di Demak, Raden Patah. Jadi keraton di Giri ini kira-kira berdiri antara 1478-1481 M atau lebih lama lagi, yakni sejak Sunan Giri pertama mendirikannya atau mungkin sudah sejak Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M (882 H). Setelah kesultanan Demak jatuh pada masa Sultan Trenggono, lalu tahta kerajaan jatuh ke tangan raja yang mendapat julukan sebagai "Ratu Bobodo") ialah Sultan Pajang. Disebut demikian karena pengaruh kalangan Ki Ageng yang berorientasi setengah Budha/Hindu dan setengah Islam di bawah pengaruh kebatinan Siti Jenar, yang juga hendak di basmi pengaruhnya sejak para Wali masih hidup.

Setelah Kerajaan ini jatuh pula, lalu di ganti oleh penguasa baru yakni, Ratu Sundarowang ialah Mataram bertahta dengan gelar Prabu Hanyokro Kusumo (Sultan Agung) yang berkuasa di seluruh Jawa dan Madura. Di kelak kemudian hari (ditinjau, dari sudut alam pikiran Sri Sultan Agung dari Mataram ini) akan muncullah seorang raja bertahta di wilayah kerajaan Sundarowang ini ialah seorang raja Waliyullah yang bergelar Sang Prabu Herucakra yang berkuasa di seluruh Jawa-Madura, Patani dan Sriwijaya.

Wasiat Sultan Agung itu mengandung kalimat ramalan, bahwa kelak sesudah dia turun dari tahta, kerajaan besar ini akan pulih kembali kewibawaannya, justru nanti dizaman jauh sesudah Sultan Agung wafat. Ini berarti raja-raja pengganti dia dinilai (secara pandangan batin) sebagai raja-raja yang tidak bebas merdeka lagi. Bisa kita maklumi, karena pada tahun-tahun berikutnya praktis Mataram sudah menjadi negara boneka VOC yang menjadi musuh Sultan Agung (ingat perang Sultan Agung dengan VOC tahun 1628 & 1629 yang diluruk ke Jakarta/ Batavia oleh Sultan Agung).
Oleh Pujangga, Kitab Asrar digubah dan dibentuk lagi dengan pendirian dan cara yang lain, yakni dengan jalan mengambil pokok/permulaan cerita Raja Jayabaya dari Kediri. Nama mana diketahui dari Kakawin Bharatayudha, yang dikarang oleh Mpu Sedah pada tahun 1079 Saka = 1157 M atas titah Sri Jayabaya di Daha/ Kediri. Setelah mendapat pathokan/data baru, raja Jayabaya yang memang dikenal masyarakat sebagai pandai meramal, sang pujangga (Pangeran Wijil) lalu menulis kembali, dengan gubahan "Jangka Jayabaya" dengan ini yang dipadukan antara sumber Serat Bharatayudha dengan kitab Asrar serta gambaran pertumbuhan negara-negara dikarangnya sebelumnya dalam bentuk babad.
Lalu dari hasil, penelitiannya dicarikan Inti sarinya dan diorbitkan dalam bentuk karya-karya baru dengan harapan dapat menjadi sumber semangat perjuangan bagi generasi anak cucu di kemudian hari.

Cita-cita yang pujangga yang dilukiskan sebagai zaman keemasan itu, jelas bersumber semangat dari gambaran batin Sultan Agung. Jika kita teliti secara kronologi, sekarang ternyata menunjukan gambaran sebuah negara besar yang berdaulat penuh yang kini benama "Republik Indonesia". Kedua sumber yang diperpadukan itu ternyata senantiasa mengilhami para pujangga yang hidup diabad-abad kemudian, terutama pujangga terkenal R.Ng., cucu buyut pujangga Yasadipura I pengganti Pangeran Wijil I.

Jangka Jayabaya dari Kitab Asrar ini sungguh diperhatikan benar-benar oleh para pujangga di Surakarta dalam abad 18/19 M dan sudah terang Merupakan sumber perpustakaan dan kebudayaan Jawa baru. Hal ini ternyata dengan munculnya karangan-karangan baru, Kitab Asrar/Musarar dan Jayabaya yang hanya bersifat ramalan belaka. Sehingga setelah itu tumbuh bermacam-macam versi teristimewa karangan baru Serat Jayabaya yang bersifat hakikat bercampur jangka atau ramalan, akan tetapi dengan ujaran yang dihubungkan dengan lingkungan historisnya satu sama lain sehingga merupakan tambahan riwayat buat negeri ini.


Semua itu telah berasal dari satu sumber benih, yakni Kitab Asrar karya Sunan Giri ke-3 dan Jangka Jayabaya gubahan dari kitab Asrar tadi, plus serat Mahabarata karangan Mpu Sedah & Panuluh. Dengan demikian, Jangka Jayabaya ini ditulis kembali dengan gubahan oleh Pangeran Wijil I pada tahun 1675 Jawa (1749 M) bersama dengan gubahannya yang berbentuk puisi, yakni Kitab

Musarar. Dengan begitu menjadi jelaslah apa yang kita baca sekarang ini.

Selasa, 15 Maret 2016

RAMALAN SERAT JANGKA JAYABAYA

 

                                               


1-Mbesuk jen wis ana kreta mlaku tanpa turangga
Tanah Djawa kalungan wesi,
Prahu mlaku ing a duwur awang2.
Kali pada ilang kedunge, iku tanda yen jaman Jayabaya wis cedak
Terjemahan :
Besok jika ada kereta berjalan tanpa kuda ( tafsir= Mobil, kereta api)
Tanah Jawa berkalung besi ( tafsir= Rel Kereta api)
Perahu terbang diatas angkasa ( tafsir= pesawat terbang , pswt luar angkasa)
Sungai pada hilang danaunya / sumbernya (tafsir = sungai buatan)
Itulah pertanda jaman Jayabaya sudah dekat
2-Akeh janji ora ditepati.
Akeh wong wani nglanggar sumpahe dewe,
Manungso pada seneng nyalah, tan ngendah-ake hukum Allah,
Terjemahan :
Banyak janji tidak ditepati
Banyak orang melanggar sumpahnya sendiri
Manusia senang berbuat salah, tidak mengindahkan hukum Tuhan.
3-Akeh pangkat sing jahat lan jajil,
Hukuman ratu ora adil,
Terjemahan :
Banyak orang berpangkat yang jahat dan jahiliyah
Hukuman penguasa tidak adil, .
4-Wong sing apik kepencil,
Makarya apik luwih becik ngapusi,
Wong agung kesinggung wong ala kepuja-puja,
Terjemahan :
Orang berbuat baik terkucilkan
Berbuat baik malah merasa malu, lebih baik berbohong
Orang Besar tersinggung, orang jahat dipuja-puja/ dihormati
5-Wong wadon ilang wanitane ilang wirange,
Wong lanang ilang lanange,priya ilang prawirane,
Terjemahan :
Wanita hilang kewanitaanya, hilang malunya
Laki-laki hilang kelaki-lakianya, hilang keberaniannya
( Dalam arti harafiah = banci, homo, maupun perlambang laki2 tidak jantan, pengecut)
6-Akeh udan salah mangsa,
Akeh perawan tua,
Akeh randameteng,
Akeh bayi takon bapa
Agama akeh kang nantang, kamanungsan ilang,
Terjemahan :
Banyak Hujan tidak tepat /sesuai musimnya
Banyak perawan tua (banyak perawan tua, juga banyak wanita yang
kawin diusia tua)
Banyak janda hamil (hamil tanpa suami)
Banyak bayi bertanya siapa bapaknya (hamil diluar nikah)
Agama banyak ditentang, Rasa kemanusiaan makin hilang
7-Olah suci pada dibenci, olah ala pada dipuja,
Wanadya pada wani ngendi-ngendi,
Terjemahan :
Olah Kebaikan dibenci, Olah kejelekan di puja
Wanita pada berani dimana-mana (maksudnya sama pria)
8-Sing Weruh ketuduh, sing ora ya ketuduh
Terjemahan :
Yang tahu (bener atau salah) tertuduh , yang tidak tahu juga (cari kambing hitam)
9-Mbesuk yen ana prang saka wetan, kulon, lor lan wong cilik sengsara lan mbendul,
Wong jahat mlarat brekat,
Terjemahan :
10-Besok jika ada perang di Timur , Barat, Utara,Selatan, (=berbagai belahan dunia/negara) rakyat kecil semakin sengsara dan menderita
Orang Jahat miskin Berkat
11-Sing Curang makin garang ,sing jujur kojur, wong dagang keplanggang,
Terjemahan :
Yang curang berani, yang jujur hancur, orang berdagang kepalsuan.
12-Judi pada dadi,
Akeh barang haram, akeh anak haram, prawan cilik nyidam,
Wanita nglanggar priya, isih bayi pada bayi,
Terjemahan :
Judi semakin menjadi ,
Banyak anak haram, banyak gadis kecil yang hamil
Wanita berani sama laki-lakinya, Masih kecil (anak2) sudah punya anak
13-Sing Priya pada ngasorake drajade dewe,
Bumi saya suwe saya mengkeret,
Sekilan bumi dipajegi,
Jaran doran sambel,
Kretane roda papat satugel,
Yang laki-laki merendahkan derajatnya sendiri
Bumi semakin menyusut /mengecil ( dunia semakin tak ada batasan ruang dan waktu berkat teknologi modern spt : transpotasi, komunikasi )
Setiap jengkal tanah dipajak (apa2 sekarang dipajakin)
Kuda doyan sambal (tukang becak, ojek doyan sambel)
Kereta beroda empat terpotong (roda kereta api)
14-Wong wadon nganggo pakean lanang
Iku tandane yen bakal nemoni wolak-waliking jaman
Akeh manungsa ngutamakake real, lali kemanungsan
Lali kebecikan, lali sanak kadang
Akeh biyung lali anak,akeh anak nlandung biyunge
Perempuan berpakaian laki-laki
Itu pertanda akan menemui jaman yang serba terbalik
Banyak manusia mengutamakan harta, lupa rasa kemanusiaan
Banyak ibu melupakan anak, banyak anak berani sama ibunya
15-Akeh bapa lali anak.
Akeh anak wani nglawan ibu, nantang bapa
Sedulur padha cidra.
Kulawarga padha curiga, kanca dadi mungsuh.
Akeh manungsa lali asale.
Ukuman Ratu ora adil.Akeh pangkat sing jahat lan ganjil.
Akeh kelakuan sing ganjil.
Banyak bapak melupakan anaknya.
Banyak anak melawan ibu dan bapaknya
Saudara saling menyakiti keluarga, teman jadi lawan
Banyak manusia lupa asalnya
Hukuman Penguasa tidak adil, banyak orang pangkat berkelakuan aneh
Banyak kejadian aneh
17-Wong apik-apik padha kapencil. Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin.
Luwih utama ngapusi.
Wegah nyambut gawe.
Kepingin urip mewah.Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka.
Orang baik terkucilkan. Banyak orang bekerja baik-baik /jujur yang malah malu
Lebih baik berdusta
Malas bekerja.
Ingin hidup mewah, mengumbar angkara murka/kejahatan, mengagung-agungkan kejahatan
18-Wong bener thenger-thenger. Wong salah bungah.
Wong apik ditampik-tampik. Wong jahat munggah pangkat.
Wong agung kasinggung. Wong ala kapuja.
Orang Benar terpaku. Orang Salah bergembira
Orang Baik ditolak di mana-mana. Orang Jahat naik pangkat
Orang Besar tersinggung. Orang Jelek dipuja
19-Wong wadon ilang kawirangane.
Wong lanang ilang kaprawirane.
Akeh wong lanang ora duwe bojo.
Akeh wong wadon ora setya marang bojone.
Akeh ibu padha ngedol anake.
Akeh wong wadon ngedol awake.
Akeh wong ijol bebojo.
Wong wadon nunggang jaran.
Wong lanang linggih plangki.
Orang perempuan hilang malunya
Lelaki hilang keberaniannya/ jadi pengecut
Banyak laki-laki tidak beristri
Banyak Wanita tidak setia/ berselingkuh
Banyak ibu menjual anaknya
Banyak wanita menjual diri, prostitusi (dalam berbagai bentuk)
Wanita naik kuda (wanita banyak menduduki posisi penting di pemerintahan)
Laki-laki duduk di belakang (lelaki hidup dibiayai wanita)
20-Randha seuang loro.Prawan seaga lima.
Dhudha pincang laku sembilan uang.
Janda seuang dapat 2 orang, Perawan dijual murah
Duda pincang laku 9 keping, (lebih mahal)
21-Akeh wong ngedol ngelmu.
Akeh wong ngaku-aku. Njabane putih njerone dhadhu.
Ngakune suci, nanging sucine palsu.Akeh bujuk akeh lojo.
Akeh udan salah mangsa.
Akeh prawan tuwa.Akeh randha nglairake anak.
Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne.
Agama akeh sing nantang.
Banyak orang menjual “ilmu” (agama) (banyak orang mencari popularitas, politik, uang berkedok agama)
Banyak orang mengaku-aku, luarnya “PUTIH” dalamnya “MERAH DADU” (serigala berbulu domba)
Mengaku “suci”, tapi “sucinya” palsu. Banyak yang menipu
Banyak hujan salah musim,
Banyak perawan tua, banyak bayi tanpa bapak (lahir diluar nikah)
Agama banyak yang menentang
22-Prikamanungsan ilang.
Omah suci dibenci. Omah ala saya dipuja.
Wong wadon lacur ing ngendi-endi.
Akeh laknat.Akeh pengkianat.
Anak mangan bapak. Sedulur mangan sedulur.
Kanca dadi mungsuh.
Guru disatru. Tangga padha curiga
Perikemanusiaan semakin hilang,
Tempat ibadah dibenci,
Tempat maksiat dipuja,
Prostitusi di mana-mana
Banyak laknat, pengkhianat
Anak mengorbankan bapak(berani), saudara tega dengan saudara
Teman jadi musuh,
Guru dilawan. Tetangga saling curiga
23-Kana-kene angkara murka.
Sing weruh kebubuhan.
Sing ora weruh ketutuh.
Besuk yen ana peperangan.
Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor.
Akeh wong becik saya sengsara.
Wong jahat seneng.
Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul.
Sana-sini semakin terjadi angkara murka
Yang tahu terjebak, yang tidak tahu tersentuh
Besok ada peperangan di timur,barat, utara ,selatan (berbagai belahan dunia dan negara)
Banyak rakyat kecil menderita, orang jahat semakin bergembira
Waktu itu banyak Dandang (tempat menanak nasi) dibunyikan oleh burung kuntul (sejenis burung sawah)
24-Wong salah dianggep bener. Pengkhianat nikmat,
Durjana sempurna.
Wong jahat munggah pangkat. Wong lugu kebelenggu.
Orang salah dianggap benar, pengkhianat nikmat, durjana semakin sempurna
Orang jahat naik pangkat, Orang lugu/jujur terbelenggu/ dipenjara
25-Wong mulya dikunjara. Sing curang garang.Sing jujur kojur.
Pedagang akeh sing keplarang.
Wong main akeh sing ndadi
Orang berhati mulya dipenjara. Yang curang semakin garang/ berani, yang jujur malah hancur
Pedagang banyak tertipu
Orang berjudi makin banyak (adanya tempat-tempat perjudian yang legal)
26-Akeh barang haram. Akeh anak haram.
Wong wadon nglamar wong lanang.
Wong lanang ngasorake drajate dhewe.
Akeh barang-barang mlebu luang.
Akeh wong kaliren lan wuda.
Wong tuku ngglenik sing dodol.Sing dodol akal okol.
Wong golek pangan kaya gabah diinteri.
Sing kebat kliwat. Sing telah sambat.
Banyak barang haram, banyak anak haram
Wanita melamar laki-laki
Lelaki merendahkan martabatnya sendiri (gigolo)
Banyak barang masuk lobang (jebakan)
Banyak orang kelaparan dan tak berpakaian
Orang mengandalkan “KLENIK” jika berbisnis
Yang berbisnis, menggunakan kekuatan dan kelicikan
Orang semakin susah mencari makan
Yang salah keterlaluan, banyak orang yang mengeluh
27-Pedagang akeh alangane.
Akeh buruh nantang juragan.
Juragan dadi umpan. Sing suwarane seru oleh pengaruh.
Wong pinter diingar-ingar. Wong ala diuja.
Wong ngerti mangan ati.
Bandha dadi memala. Pangkat dadi pemikat.
Sing sawenang-wenang rumangsa menang.
Pedagang banyak hambatan (berbisnis banyak halangannya)
Banyak buruh menentang juragan (pemilik perusahaan) (banyak demo-demo buruh yang memperjuangkan hak2nya)
Juragan jadi umpan (dimanfaatkan oleh penguasa), Yang banyak suara (pengaruh)
Orang pintar dibodohi, diliciki, orang jahat dimanjakan
Orang tahu (akan kebenaran) makan hati (sakit hati)
Harta jadi musibah, pangkat jadi pemikat ,
Yang berkuasa merasa menang
28-Sing ngalah rumangsa kabeh salah.
Ana Bupati saka wong sing asor imane.
Patihe kepala judhi.
Wong sing atine suci dibenci.
Wong sing jahat lan pinter jilat derajat.
Pemerasan ndadra.
Yang mengalah merasa semua salah
Ada bupati (penguasa daerah), yang rendah imannya
Patihnya (Aparatnya) kepala judi (Mafia judi, maksiat)
Orang berhati suci dibenci, Orang jahat dan penjilat semakin dapat kedudukan
Pemerasan di mana-mana.
29-Maling lungguh wetenge mblenduk.
Pitik angrem saduwure pikulan.
Maling wani nantang sing duwe omah.
Begal pada ndhugal. Rampok padha keplok-keplok.
Wong momong mitenah sing diemong.
Wong jaga nyolong sing dijaga.
Wong njamin njaluk dijamin.
Akeh wong mendem donga.
Kana-kene rebutan unggul.
Maling duduk perutnya buncit (Kayak Gaya koruptor)
Ayam mengeram di atas pikulan (pemaksaan pekerja, TKW, ayam yang mengeram betina)
Maling berani nantang yang punya rumah (KORUPTOR BERANI MENANTANG YANG PUNYA HAK/RAKYAT DI PENGADILAN)
Begal/ Penjahat semakin menjadi, Perampok bertepuk tangan (BANYAK MAFIA YANG LOLOS DI PENGADILAN)
Yang mengasuh memfitnah yang diasuh, yang mengangkat pejabat tapi menjatuhkan (mencari kambing hitam)
Orang yang menjaga malah mencuri (banyak aparat yang “bermain”)
Orang yang menjamin minta dijamin (minta upeti)
Banyak orang yang mengubur doa
Sana-sini berebut kekuasaan
31-Angkara murka ngombro-ombro.
Agama ditantang.
Akeh wong angkara murka.
Nggedhekake duraka.
Ukum agama dilanggar.
Prikamanungsan di-iles-iles.
Kasusilan ditinggal.
Akeh wong edan, jahat lan kelangan akal budi.
Wong cilik akeh sing kepencil. Amarga dadi korbane si jahat sing jajil.
Angkara murka meraja lela, agama ditentang
Banyak orang berbuat angkara murka, mengagungkan tindak durjana
Hukum agama dilanggar, Perikemanusiaan diinjak-injak
Kesusilaan ditinggalkan/diabaikan.
Banyak orang gila (keduniawian), Jahat dan kehilangan akal budi
Rakyat kecil makin terkucilkan karena menjadi korban yang jahat
32-Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit.
Negarane ambane saprawolon.
Tukang mangan suap saya ndadra.
Wong jahat ditampa.Wong suci dibenci.
Kemudian ada Ratu (penguasa) yang berpengaruh dan punya tentara (militer)
Negaranya seperdelapan (maksudnya luas sekali)
Tukang makan suap semakin menjadi . (banyak orang menggunakan kekuasaannya untukkepentingan pribadi dengan makan suap)
Orang Jahat diterima. Orang Suci dibenci
33-Mara den titenana,
Samangsa tanah Jawa wus mengku ratu,
Wus ora bapa pra biyung, titik-ane nganggo kethu bengi,asirah watu geni, Pangapesane wanodya ngiwi-iwi jejuluk sarwa ageng edi.
Maka ingatlah, ketika tanah Jawa mempunyai Pemimpin
Yang tidak berbapak dan beribu (tidak ketahuan asal-asulnya) tandanya pakai pada malam , ber”kepala api” (sangat berkuasa).
Kalahnya (kelemahannya) dengan wanita yang melambai-lambai, dikenal kebesarannya dan wibawanya.
34-Ratu digdaya ora tedas tapak palu ne pandhe sisane gurindha ning apese mungsuh setan tuyul, setan anu gundul,
Penguasa sakti, kebal, akan senjata ( sangat berkuasa, tidak mampu digulingkan secara militer, maupun politik)
Tapi pengapesannya/kalahnya dengan setan tuyul, setan gundul
(Setan gundul, tuyul = perlambang rakyat kecil, anak kecil /mahasiswa)
35-Bocah cilik pating pendelik ngubengi
Omah surak-surak kaya nggusah pitik.
Ratu atine dadi cilik, ngumdamana bala sabrang sing dojan ***.
Anak kecil memelototi rumah ,
Berteriak-teriak seperti mengusir ayam
Penguasa langsung berkecil hati (ciut nyalinya), memanggil bala bantuan dari seberang yang suka makan anjing. (meminta bantuan dari kekuatan asing)
37-Ana wong tuwa ahli tapa Ageng, muncul ing tengahing gunung Kendheng,
Ngrasuk sarwa cemeng, ambiyantu Ratu sing dirubung tuyul nggremeng,
Pandhita ajejuluk Condro siji Jawa.
Ada orang tua,pertapa agung, muncul dari gunung Kendheng (Gunung yang berada antara Jawa Tengah dan Jawa Timur)
Berpakaian serba hitam, membantu penguasa yang dirubung tuyul (kroni) yang bergumam
38-Pandita /pertapa yang bergelar : Candra Satu jawa
(Ketika pemerintahan sudah kacau balau, muncullah sosok yang akan membantu pemerintah mengatasi masalah, seorang yang tahu benar akan hukum-hukum agama (seorang sufi/pendita/pertapa), yang berpakaian serba hitam artinya sudah tidak mempunyai keinginan apa-apa, akan menuntaskan masalah pemerintahan dan membawa Nusantara ke arah kejayaan dan kemakmuran).