Seni Cepung
Kesenian ini merupakan seni vokal tradisional daerah Lombok, alat yang digunakan sangat terbatas, hanya diiringi dua alat musik yaitu seruling dan redep. Dengan keterbatasan alat musik yang digunakan maka para pemain mengatasinya dengan cara menirukan bunyi gendang, kenceng, rincik. Para pemain selain bertugas membuat bunyi-bunyian yang menyerupai alat musik tertentu juga sebagai pembawa syair atau pantun secara bersaut- sautan.
Jumlah pemain cepung ini 6 orang yang bertugas sebagai pembaca lontar yang merupakan sumber cerita dan syair cepung itu sendiri. Pembacaan dilakukan bergantian setiap kali pergantian babak permainan ( merupakan pendahulu gending baru), dua orang sebagai pemain alat musik dan tiga orang sebagai pembawa musik vokal yang dilakukan sambil menari dengan gaya yang lucu sesuai dengan syair dan gending yang dibawakan dan ketiga pembawa musik vokal tersebut dalam keadaaan duduk.
Kesenian ini merupakan perkembangan dari “pepaosan-pepaosan” , cerita yang diambil dalam seni cepung ini khusus dari Pepaosan Cerita klasik”Monyeh”. Cerita klasik Monyeh sangat terkenal di Lombok, dikarang dalam bentuk pantun (seloka) dalam bahasa sasak oleh Jero Mihran/Mamiq Mihran pada tahun 1859. Seluruhnya terdiri dari 671 bait, dibawakan dengan tembang Sinom, Semarandana, Kumambang, Durma, Dang-dang dan Pangkur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar