Prosesi Maulid Adat Bayan Lombok
Tradisi Maulid Nabi ala adat Bayan ini berjalan selama dua hari. Hari pertama adalah persiapan bahan makanan dan piranti upacara lainnya yang disebut “kayu aiq”, sementara hari kedua adalah do’a dan makan bersama yang dipusatkan di masjid kuno Bayan. Para pelaksana prosesi ‘Mulud Adat Bayan” terdiri dari warga Desa Loloan, Desa Anyar,Desa Sukadana, Desa Senaru, Desa Karang Bajo dan Desa Bayan, yang semua Desa tersebut merupakan kesatuan wilayah Adat yang disebut Komunitas Masyarakat Adat Bayan.
Perhitungan berdasarkan ‘Sereat’ (Syari’at) Adat Gama di Bayan “Mulud Adat Bayan” dilaksanakan pada dua hari setelah ketepan Kalender Islam Maulid Nabi tgl.12 Rabi’ul Awal tepatnya dimulai pada tanggal 14-15 Rabi’ul Awal yang tahun 2011 ini jatuh pada tanggal 18-19 Februari, Komunitas Masyarakat Adat Sasak Karang Bajo, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, sejumlah masyarakat adat bersiap-siap melakukan rangkaian acara perayaan Maulid Nabi yang digelar secara adat,masyarakat adat setempat biasa menyebutnya dengan “Mulud Adat”
Sejak pagi hari Masyarakat Adat Bayan berbondong-bondong menuju "Kampu" yaitu desa asli atau area yang pertama didiami oleh suku sasak Islam Bayan, mereka menyerahkan sebagian sumber penghasilannya dari hasil bumi seperti, padi, beras, ketan, kelapa, sayur-sayuran, buah-buahan,dan hewan ternak beserta “batun dupa” (uang) dan menyatakan nadzarnya kepada “Inan Menik” yaitu seorang perempuan yang menerima hasil bumi dari para warga nantinya hasil bumi tersebut akan diolah menjadi hidangan (sajian) untuk dihaturkan kepada ulama dan tokoh adat sasak Bayan dikeesokan hari pada hari ke dua Mulud Adat, hal ini adalah bentuk rasa syukur warga atas penghasilannya, kemudian “Inan Menik” memberikan tanda di dahi warga adat dengan “mamaq” dari sirih sebagai ritual penandaan anak adat yang disebut “Menyembeq".
Selanjutnya Masyarakat Adat Bayan bahu membahu membersihkan tempat yang disebut Balen Unggun (tempat sekam/dedak), Balen Tempan (Tempat alat-alat penumbuk padi), membersihkan Rantok (tempat menumbuk padi), membersihkan tempat Gendang gerantung, selanjutnya sebagian dari kelompok masyarakat Adat menjemput gamelan Gendang Gerantung, setibanya Gendang Gerantung di tempat yang sudah disediakan dilakukan acara ritual selamatan penyambutan dan serah terima dengan ngaturan Lekes Buaq (sirih dan pinang), kemudian acara ritual “Taikan Mulud” (Rangkaian Mulud Adat dimulai).
Perkiraan waktu ‘gugur kembang waru’ (sekitar jam 15.30 waktu setempat) Para wanita memulai “Menutu Pare” (menumbuk padi) bersama-sama secara berirama dengan menggunakan Tempan terbuat dari bambu panjang ditempat menumbuk padi yang berbentuk seperti lesung perahu yang disebut “Menutu” (menumbuk). Di saat yang bersamaan diiringi dengan gamelan Gendang Gerantung khas Desa Bayan, sebagian kaum laki-laki mencari bambu tutul untuk dijadikan sebagai umbul-umbul yang akan dipajang pada setiap pojok masjid kuno Bayan acara ini disebut “Tunggul” yang dipimpin oleh seorang pemangku yang disebut “Melokaq Penguban” setelah mendapat restu dengan pemberian lekoq buaq (sirih dan pinang) oleh “Inan Menik”, lekoq buaq inilah yang dijadikan sebagai media bertabiq (permisi) kepada pohon bambu yang akan ditebang.
Malam harinya bertepatan dengan bulan purnama dimana tunggul (umbul-umbul) sudah terpasang pada setiap pojok masjid Kuno, para pemimpin Adat dan Agama mulai “Ngengelat” yaitu mendandani dalam ruangan Masjid Kuno dengan symbol-simbol sarat makna, dan setelah itu disaat para pemain gamelan sudah memasuki halaman Masjid Kuno Bayan pertanda acara bertarungnya dua orang warga pria dengan menggunakan rotan (Semetian) sebagai alat pemukul dan perisai sebagai pelindungnya yang terbuat dari kulit sapi, akan segera dimulai, permainan yang biasa disebut “Presean” ini biasa dilakukan oleh para “Pepadu” atau orang yang dihandalkan dalam permainan ini, namun pada acara Mulud Adat ini siapa saja yang ingin dipersilahkan, atau warga yang bernadzar bahwa ketika Mulud Adat dia akan bertarung. Permainan yang dihelat tepat didepan Masjid Kuno Bayan ini, tidak didasari rasa dendam dan merasa jagoan namun bagian dari ritual dan hiburan dan apabila salah satu pemain terluka, atau mengundurkan diri keduanya harus meminta maaf dengan bersalaman seusai permainan. Ini merupakan tradisi ritual dan hiburan Mulud Adat yang dilakukan sejak berabad-abad lamanya.
Seusai acara “Semetian” atau “Presean” para pemimpin Adat, pemimpin Agama besrta tokoh-tokoh masyarakat lainnya dan terbuka bagi siapapun yang ingin ikut serta pada berkumpul di “Berugaq Agung” untuk saling bercerita lepas dan berdiskusi serta berwacana tentang segala hal.
Pada hari kedua 15 Rabi’ul awal warga perempuan adat memulai kegiatannya dengan “menampiq beras” yaitu membersihkan beras yang telah di “Tutu” atau di “Rantok” yang dilanjutkan dengan acara “Misoq Beras” (mencuci beras) dengan iring-iringan panjang para perumpuan adat dengan rapi berbaris dengan bakul beras dikepala menuju sebuah mata air Lokoq Masan Segah namanya yang memang dikhusukan untuk mencuci beras dikala ritual dilaksanakan. Jarak mata air ini sekitar 400 meter dari ‘Kampu”. Prasayarat para pencuci beras ini adalah perempuan dalam keadaan suci (tidak dalam masa haid), sepanjang jalan berpantang untuk berbicara, tidak boleh menoleh dan memotong jalan barisan. Setelah beras dicuci lalu dimasak menjadi nasi tibalah saatnya untuk “Mengageq” yaitu menata hidangan diatas sebuah tempat yang dibuat dan dirancang sedemikian rupa yang disebut “Ancaq”
Pada sore harinya, “Praja Mulud” atau para pemuda Adat yang telah didandani menyerupai dua pasang pengantin diring bersama-sama dari rumah “Pembekel Beleq Bat Orong” (Pemangku adat dari Bayan Barat) menuju Masjid Kuno dengan membawa sajian yang berupa hidangan seperti nasi dan lauk pauknya . “Praja Mulud” ini mengambarkan proses terajdinya perkawinan langit dan bumi, Adam dan Hawa, yang disimbolkan dengan pasangan penganten yang dilakukan oleh pranata-pranata adat Bayan.
Setibanya di masjid lalu salah seorang pemuka agama memimpin do’a. Seusai do’a acara dilanjutkan dengan makan bersama yang dikuti para jama’ah atau warga adat yang datang kemudian untuk menyantap hidangan yang telah disediakan.ini merupakan wujud rasa syukur warga adat sasak Bayan kepada para ulama sekaligus menjadi puncak acara perayaan kelahiran Nabi Muhammad S.A.W yang dirayakan secara adat Bayan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar